"Letak kemuliaan seseorang bukanlah pada harta ataupun jabatan sebagaimana yang selalu menjadi barometer sebagian manusia, tetapi kemuliaan ada pada hati seseorang. Bagaimanapun keadaan seseorang, baik kaya atau miskin, baik punya jabatan atau tidak, tak menjadi sebab dalam memuliakan dirinya." Dari situlah Rasulullah saw menegaskan dalam hadisnya, "Bukanlah disebut saudagar bagi yang punya harta banyak, tetapi saudagar adalah orang yang hati dan jiwanya lapang dan penuh 'izzah (kemuliaan)" Seseorang yang mempunyai harta menjadi mulia apabila selalu menghormati yang miskin, serta selalu menyantuni mereka sebelum mereka meminta. Sebaliknya yang miskin menjadi mulia apabila berat tangannya untuk meminta kepada orang lain. Al-Imam Alwi bin Faqihil Muqoddam pernah berkata, "Apabila saudagar atau pejabat kau temui di depan pintu orang miskin, maka merekalah paling mulianya saudagar atau pejabat dan juga paling mulianya orang miskin" Karena hal ini menunjukkan bahwa para saudagar tak lupa untuk menyantuni orang miskin, dan si miskin mempunyai 'izzah hingga malu untuk datang ke rumah orang-orang kaya. Adapun sebaliknya, beliau berkata, "Apabila orang miskin kau temui di pintu-pintu rumah orang kaya, saudagar atau pejabat, maka merekalah seburuk-buruknya orang kaya dan orang miskin" Karena hal ini menunjukkan lalainya para saudagar dalam tafaqqud ahwalil masakin (memperhatikan kebutuhan wong cilik), dan si miskin yang tidak mempunyai 'izzah atau perasaan malu untuk meminta.
Tetapi ahlu zaman sekarang sudah berbalik. Sebuah aib bagi orang kaya untuk datang ke rumah orang-orang miskin, dan justru bangga apabila rumahnya disesaki para fuqoro, merasa risih untuk menghadiri undangan orang-orang miskin dan enggan jika undangannya dihadiri orang miskin. Begitu pula orang-orang miskin yang menjadikan minta-minta di jalanan sebagai profesi, tanpa mempunyai rasa malu sedikit pun. Alhasil, apa yang dikatakan oleh Sayyidina Alwi tersebut singkat, tapi betul-betul menjadi suatu qoidah tentang mulia tidaknya suatu masyarakat atau golongan. Semoga kita termasuk golongan orang-orang mulia tersebut di dunia dan akherat. Amin...
Tetapi ahlu zaman sekarang sudah berbalik. Sebuah aib bagi orang kaya untuk datang ke rumah orang-orang miskin, dan justru bangga apabila rumahnya disesaki para fuqoro, merasa risih untuk menghadiri undangan orang-orang miskin dan enggan jika undangannya dihadiri orang miskin. Begitu pula orang-orang miskin yang menjadikan minta-minta di jalanan sebagai profesi, tanpa mempunyai rasa malu sedikit pun. Alhasil, apa yang dikatakan oleh Sayyidina Alwi tersebut singkat, tapi betul-betul menjadi suatu qoidah tentang mulia tidaknya suatu masyarakat atau golongan. Semoga kita termasuk golongan orang-orang mulia tersebut di dunia dan akherat. Amin...
mohon ijin untuk saya poskan dalam cataan saya di fb
BalasHapus